1.
Ancaman
hukuman yangrelatif ringan dan sistem penegakan hukum lemah, memerlukan
pengorbanan biayadan pengorbanan mental yang sangat tinggi cenderung membuat
korban menghindariproses hukum. Proses hukum yang rumit dan berbelit-belit,
penanganan yang keraptidak manusiawi, dan ancaman hukuman minimal 3 tahun
maksimal 15 tahun membuatkasus-kasus kekerasan seksual tenggelam selama
bertahun-tahun dan membiarkanpara korbannya tumbuh tanpa intervensi psikologis
yang tepat. Sejak kasus RGtahun 1996, kasus kekerasan seksual kepada anak
jalanan, praktis semua pihakbelum cukup melakukan tindakan yang berarti. Saat
negara lain sudah beranimenerapkan ancaman hukuman mati, kebiri, sistem ‘black
list’ serta berbagaikebijakan untuk menahan laju dan ledakan kekerasan seksual,
Indonesiaseolah-olah jalan di tempat terutama karena ada budaya malu dan tidak
beranimengakui fakta ini sebagai masalah besar. Sudah sangat mendesakadanya
daftar pelaku dan korban kekerasan seksual yang tidak hanya mencatatnama,
alamat, identitas lain dan wajah, namun menggunakan metode fingerprintyang
disimpan oleh institusi Negara demi menjaga kerahasiaannya. Masyarakatyang
ingin merekrut pegawai untuk bekerja di fasilitas anak dapat mengirimkandata
fingerprintnya ke institusi Negara untuk memperoleh kepastian apakah
yangbersangkutan memiliki riwayat kekerasan seksual atau tidak. Dalam hal ini,
kamisangat yakin bahwa praktek ini sudah sangat dimungkinkan dengan
perkembanganteknologi saat ini. Satu-satunya hambatan adalah masalah HAM yang
seharusnyabisa diatasi dengan metode kerahasiaan data dan penyimpanan di
institusiNegara.
2.
Nutrisi
fisik hormon yangterkandung dalam makanan masa kini semakin membuat individu
anak matang sebelumwaktunya, yang sudah matang menjadi lebih tinggi dorongan
seksualnya.
3.
Nutrisi
psikologis :tayangan kekerasan, seks dan pornografi melalui berbagai media
telah mencuciotak masyarakat Indonesia dengan karakter iri, dengki, kekerasan,
danpornoaksi. Termasuk di dalamnya lagu-lagu yang semakin tidak kreatif, isi
dantampilannya hanya seputar paha dan dada telah semakin merusak mental
masyarakatIndonesia
4.
Perkembangan
IT (internet)dan kemudian perangkat gadget yang memungkinkan transfer dan
transmisi materiporno secara cepat dan langsung ke telapak tangan. Pada tahun
2000, kami bersama bapak Roy Suryo dan bersama IPKdan Telkom membawakan materi
tentang bahaya internet. Bapak Roy Suryomenegaskan tidak ada satupun yang dapat
menahan laju perkembangan internetselain resistensi mental. Oleh karena itu
Kasandra & Associates (yangberdiri tahun 1996) giat menyuarakan pentingnya
resistensi mental dan prosestumbuh kembang pada anak, namun hasilnya masih
belum memuaskan. Sepanjang 16tahun, kami justru menerima peningkatan
masalah-masalah klinis pada masyarakatyang umumnya berkait dengan proses tumbuh
kembang dan disfungsi keluarga.
5.
Fungsi
otak manusia yang khas, neurotransmitter, kapasitas luhurmanusia telah membuat
individu menjadi kecanduan seks, terutama pada individudi bawah 25 tahun dalam
masa perkembangan mereka. Dalam hal ini, ibu Elly Risman lebih piawai
menjelaskan terutamadengan hasil penelitiannya selama beberapa tahun, bahwa
anak dan remajaIndonesia telah mengalami adiksi pornografi. Kami pernah
bersama-samamembawakan materi adiksi pornografi dan dampaknya terhadap otak
anak dan remajayang kapasitas luhurnya belum berkembang baik di ajang temu
ilmiah IPK (IkatanPsikologi Klinis) dan APSIFOR (Asosiasi Psikologi Forensik)
pada tahun 2008,tetapi reaksi saat itu umumnya masih menganggap adiksi
pornografi tidak mengandung unsur forensik.
6.
Lack
Of safety dan security system yang tidak benar-benar melindungi anak
danperempuan bersamaan dengan memudarnya pendidikan nilai-nilai pekerti
dankarakter anak Indonesia. Pendidikan hanya menjadi hafalan teoritis
semata,termasuk pendidikan agama, norma hukum dan norma sosial. Oleh karena
itu, Kasandra & Associates bersama Farabi (DwikiDharmawan) dan Optima (Judy
Uway) merintis gerakan MATAHARI Peduli Pekerti Anaksejak April 2014.
7.
Gaya
hidup dan kesulitan ekononiyang menuntut kesibukan orang tua yang luar biasa,
a.l : double incomemendorong ayah ibu banyak di luar rumah, anak kehilangan
kesempatan belajarcara melindungi diri. Situasi ini semakindipersulit dengan
semakin robohnya pilar keluarga dengan Angka Kematian Ibuyang masih tinggi,
perempuan terpaksa keluar rumah untuk bekerja menjadi TKWatau merantau ke kota
besar meninggalkan anak-anak, perempuan korban kekerasandan terjerat konflik
rumah tangga, perempuan terjebak biusan tayangan mediayang tidak edukatif,
sementara figur ayah justru sebagai model kekerasan atauketidak pedulian
terhadap proses tumbuh kembang anak, maka rumah yangdiharapkan sebagai wadah
pembentukan karakter dan kepribadian anak menjadikehilangan fungsi dasarnya.
Anak-anak tumbuh dan berkembang sendiri atau olehmedia yang justru semakin
menggerus nilai-nilai pekertinya dan kehilangankesempatan untuk menguasai
berbagai ketrampilan asertif untuk melindungi diri,bahkan mereka mencari kasih
sayang dan uang dari orang lain yang justru menjadimonster yang merenggut masa
depan mereka. Fenomena ini mirip dengan gejalaStockholm syndrome dimana korban
penculikan justru menaruh iba dan memilikiketergantungan emosional kepada
pelaku penculikan dan pelaku kekerasanterhadapnya.
8.
Persepsi
masyarakat tentangpendidikan kesehatan reproduksi dan upaya perlindungan diri
cenderung ditolak, diterjemahkansederhana sebagai pendidikan seks dan bahkan
diabaikan yang pada akhirnya justru
menghambat prosespersiapan perlindungan anak. Batas usia awal untukmulai memberikan
pendidikan ini kepada anak juga menjadi kontroversi. Kasandra& Associate
meyakini batas usia untuk mulai mengajarkan adalah sejak dalamkandungan, berupa
disiplin ibu untuk menjaga kehamilannya seperti nutrisi sehatdan kegiatan
teratur, yang dilanjutkan pasca persalinan. Anak-anak yangterbiasa hidup
teratur sejak dini (hidup sehat, makan sehat, nonton sehat),lebih mudah
diarahkan untuk memilih hanya yang baik bagi dirinya danmenghindari hal-hal
yang buruk dalam hidupnya.
9.
Sistem
sosial masyarakatyang masih banyak mengandung kekerasan gender atau tokoh
otoritas kerap menjadipenyebab makin suburnya praktek kekerasan seksual karena
figur laki laki atautokoh otoritas pelaku kejahatan seksual dianggap tidak
bersalah dan lebihmenyalahkan perempuan atau korban sebagai penyebab. Banyak
kasus kekerasan seksual oleh tokoh laki-laki dan otoritas(kaya atau
berkedudukan) justru dimaklumi oleh masyarakat dan bahkan balikmenyerang atau
menyalahkan korban.
10. Fakta bahwa kekerasan dankekerasan
seksual telah terjadi dimana saja, rumah, sekolah, klub olah raga,pengajian,
sekolah minggu dan lain lain. Praktekmembela diri dan mengalihkan isu kekerasan
seksual kepada hal lain justrusemakin menyuburkan kekerasan seksual. Sudah
saatnya kita semua mengambil perandan tanggung jawab : pemerintah, masyarakat,
sekolah, keluarga dan media.
11. Persepsi sosial yangberkembang di
masyarakat membuat korban tidak berani melapor, predator lepas.Sudah melapor
pun tidak ditangani dengan baik bahkan ada yang mengalamikekerasan baru, baik
fisik, verbal maupun kekerasan seksual tambahan.
12. Hampir tidak ada tindakanberarti sejak
kasus RG tahun 1996 yang telah berakibat pada ledakan kekerasan seksual di masa
kini.Termasuk dengan tidak adanya intervensi psikologis yang
berkesinambunganterhadap korban dan pelaku, terutama karena layanan psikologis
tidak termasukdalam berbagai paket layanan kesehatan a.l BPJS atau saat
penanganan kasusforensik. Ikatan Psikologi Klinis merintis Psikologiuntuk
Jakarta Sehat yang menyediakan jasa layanan praktek psikologi klinis
dipuskesmas sejak tahun 2013 dengan model swadaya masyarakat dan
dukunganbeberapa fakultas Psikologi di Jakarta. Namun karena jangkauan minim,
aksesterhadap intervensi Psikologi Klinis belum tersedia di seluruh
Indonesia,walaupun program telah ditingkatkan menjadi Psikologi untuk Indonesia
Sehatsejak tahun 2014. Jangankan psikolog, pasienpun membutuhkan dana
transportuntuk dapat memperoleh intervensi. Dengan kondisi masyarakat Indonesia
yangrawan mitos dan oknum oportunis, perlu ditekankan pula pentingnya
Intervensi Psikologisberdasarkan prinsip EBP ( Evidenve Based Practice), agar
tidak sembaranganorang berani menawarkan teknik-teknik terapi yang tidak teruji
·
UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN SEKSUAL
1. Advokasi
Mendorong kebijakan menolak pejabat
pemerintah yangmempunyai track record
pernahmelakukan kejahatan seksual.
1.
Ikut
berpartisipasikampanye stop kejahatan seksual yang dikemas dalam berbagai kegiatan antara lain Kids Festival.
2.
Mendorong
pembahasan Undang-undang tindak kejahatan seksual,termasuk meningkatkan sanksi
hukuman dan system database korban dan pelakukejahatan seksual
3.
Membuat
video dokumenter tentang bahaya kejahatan seksualpada anak.
2. Preventif
1.
Membuat
programIT di internet untuk memberantas predator seksPenyuluhan antikejahatan
seks terhadap psikolog pendidikan dan guru-guru TK sampai dengan SMAuntuk
diberikan pembinaan kepada murid-muridnya.
2.
Membuat
profil pedofil dan deteksi dini pedofildi sekitar kita.
3.
Pembinaan
orangtuadalam tumbuh kembang anak, cara menjalin kedekatan emosi dan komunikasi
dengananak.
4.
Sistem
pengamanan dankeamanan bagi anak
5.
Peningkatan
fungsikeluarga demi memastikan proses tumbuh kembang anak yang maksimal.
Kasandra & Associates telah merintiskonsep RUMAH MATAHARI : rumah yang
memberikan kehangatan kepada setiap anggotakeluarga dengan memaksimalkan fungsi
ayah matahari, ibu matahari dan anakmatahari. Di masa lalu kita memiliki film
mini series tentang keluarga mulaidari Little House on the Prairie, The Cosby
Show, Losmen, Rumah Cemara danlain-lain yang positif dan efektif memberi
inspirasi kepada masyarakat.
6.
Membuat
daftar hitampelaku kekerasan seksual dan database korban kejahatan seksual
dengan metodefingerprint.
3. Intervensi
1.
Pembinaan
kepada para psikolog dan terapis dalam melakukanpenanganan dan intervensi
korban dan pelaku kejahatan seksual.
2.
Intervensi
psikologis yang berkesinambungan bagi anak-anakkorban kejahatan seksual.
3.
Intervensi
psikologis yang berkesinambungan bagi pelakukejahatan seksual.
·
HUKUMANNYA
Ancaman
hukuman seperti yang terdapat dalam Pasal-pasal berikut ini:
1.
Pencabulan, diancam dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Pasal 289, 296;
2.
Penghubungan Pencabulan KUHP pasal 295, 298, 506;
3.
Kejahatan terhadap Kesopanan KUHP Pasal 281 - 299,
532, 533, dan lain-lain.
Salah
satu hukuman yang baru disahkan oleh Presiden Jokowi adalah pelaku kejahatan
seksual di kebiri yaitu tindakan bedah dan atau menggunakan bahan kimia yang
bertujuan untuk menghilangkan fungsi testis pada jantan atau fungsi ovarium
pada betina. Pengebirian dapat dilakukan baik pada hewan ataupun manusia.
·
PEMICU/PENYEBAB TERJADINYA
PENYALAHGUNAAN NARKOBA
Terdapat
3 faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam
penyalahgunakan narkoba. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor
lingkungan, dan faktor kesediaan narkoba itu sendiri.
1.Faktor Diri
a.Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau
brfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari.
b.Keinginan
untuk mencoba-coba kerena penasaran.
c.Keinginan
untuk bersenang-senang.
d.Keinginan
untuk dapat diterima dalam satu kelompok (komunitas) atau lingkungan tertentu.
e.Workaholic
agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant (perangsang).
f.Lari
dari masalah, kebosanan, atau kegetiran hidup.
g.Mengalami
kelelahan dan menurunya semangat belajar.
h.Menderita
kecemasan dan kegetiran.
i.Kecanduan
merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan gerbang ke arah penyalahgunaan
narkoba.
j.Karena
ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya.
k.Upaya
untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan menggunakan obat penghilang
rasa lapar yang berlebihan.
l.Merasa
tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayangi, dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan pergaulan.
2.Faktor Lingkungan
a.Keluarga
bermasalah atau broken home.
b.Ayah,
ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna atau bahkan
pengedar gelap nrkoba.
c.Lingkungan
pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan semua
anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba.
d.Sering
berkunjung ke tempat hiburan (café, diskotik, karoeke, dll.).
e.Mempunyai
banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
f.Lingkungan
keluarga yang kurang / tidak harmonis.
g.Lingkungan
keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan, perhatian,
dan saling menghargai di antara anggotanya.
h.Orang
tua yang otoriter,.
i.Orang
tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang/tanpa pengawasan.
j.Orang
tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar rumah.
k.Lingkungan
sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
l.
Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak
ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan sosial dari masyarakat,kemacetan
lalu lintas, kekumuhan, pelayanan public yang buruk, dan tingginya tingkat
kriminalitas.
m.Kemiskinan,
pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.
3.Faktor Ketersediaan Narkoba.
Narkoba
itu sendiri menjadi faktor pendorong bagi seseorang untuk memakai narkoba
karena
:
a. Narkoba semakin mudah didapat dan
dibeli.
b.Harga
narkoba semakin murah dan dijangkau oleh daya beli masyarakat.
c.Narkoba
semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan bentuk kemasan.
d.Modus
Operandi Tindak pidana narkoba makin sulit diungkap aparat hukum.
e.Masih
banyak laboratorium gelap narkoba yang belum terungkap.
f.Sulit
terungkapnya kejahatan computer dan pencucian uang yang bisa membantu bisnis
perdagangan gelap narkoba.
g.Semakin
mudahnya akses internet yang memberikan informasi pembuatan narkoba.
h.Bisnis
narkoba menjanjikan keuntugan yang besar.
i.
Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yagn kuat dan professional.
Bahan dasar narkoba (prekursor) beredar bebas di masyarakat.
·
Hukumannya
o
Undang undang No 22 , Tahun 1997 tentang Narkotika:
o
Pasal 78: Menanam, memelihara, mempunyai, memiliki,
menyimpan, menguasai Narkotika Golongan I, dipidana 10 tahun penjara dan denda
Rp. 500 juta.
o
Pasal 79: Memiliki, menyimpan, menguasai Narkotika Gol
II, dipidana 7 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta; Narkotika Gol III,
dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta.
o
Pasal 80: Memproduksi, mengolah, menekstraksi,
mengkonversi,merakit, atau menyediakan Narkotika Gol I, dipidana mati atau
penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara denda Rp. 500 juta; Narkotika Gol
III, dipidana 7 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta
o
Pasal 81: Membawa, mengirim, mengangkut atau
mentransito Narkotika Gol I, dipidana 15 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta;
Narkotika Gol II, dipidana 10 tahun penjara, dan denda Rp. 500 juta; Narkotika
Gol III, dipidana 7 tahun penjara dan denda 200 juta
o
Pasal 82: Mengimpor, mengekspor, menawarkan,
menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam
jual0beli atau tukar menukar Narkotika
Gol I dipidana Hukuman Mati, seumur hidup atau penjara 20 tahun penjara
dan denda Rp. 1 milyar, Narkotika Gol II, dipidana mati atau penjara seumur
hidup atau 15 tahun penjara dan denda Rp. 500 Juta, Narkotika Gol II dipidana
10 tahun penjara dan denda Rp. 300 juta.
o
Pasal 84: Menggunakan narkotika gol I untuk digunakan
orang lain, dipidana 15 tahun penjara dan denda 750 juta; Narkotika Gol II,
dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta; Narkotika Gol III, dipidana 5
tahun penjara dan denda Rp. 250 juta.
o
Pasal 85: Menggunaka Narkoitka Gol I bagi diri
sendiri, dipidana 4 tahun penjara, Narkotika Gol II, dipidana 2 tahun penjara,
dan Narkotika Gol III, dipidana 1 tahun penjara.
o
Pasal 86: Orang tua atau wali pecandu yang belum cukup
umur, yang sengaja tidak melapor dipidana 6 bulan penjara dan denda Rp. 1 juta
EmoticonEmoticon